Kamis 23 Agustus 2012 di pagi buta aku dan suami mulai berangkat dengan tujuan ke kawah Ijen Banyuwangi masuk lewat Bondowoso. Dengan perbekalan apa adanya (terpenting bawa uang) serta kamera yang sudah aku siapkan sejak jauh hari untuk pengambilan gambar. Tujuan aku kesana di samping untuk melatih kepekaan dalam hal photography juga vacation.
Sengaja aku dan suami tidak menggunakan mobil pribadi lantaran akses menuju kesana sangat sulit di tempuh dengan tipe kendaraan tertentu. Di pagi buta pukul 04:30 am aku sudah menuju ke terminal Purabaya dengan tujuan Probolinggo, tujuan langsung ke Bondowoso jarang ready jadi terpaksa harus oper beberapa kali.
Sampai di Probolinggo pukul 6:30 am, perut tak bisa di tahan karena lapar minta untuk sarapan. Maklum waktu berangkat terlalu pagi tak biasa untuk sarapan. Teh manis hangat pun datang dengan nasi rames khas jawa timur. Selesai mengisi perut langsung tanya ke petugas terminal jurusan ke Bondowoso datang jam berapa ? jawabnya 2 jam lagi setelah di tunggu2 bus pun tidak kunjung datang akhirnya petugas terminal memberi tahu "naik bus jurusan ke Besuki lalu oper lagi aja ke tujuan Bondowoso."
Dalam waktu 2 jam aku sampai ke terminal Besuki dan tanya langsung ke petugas terminal Besuki jurusan Bondowoso katanya " 2 jam lagi bus akan datang !" keraguan pun tak bisa di bendung aku dan suami memutuskan untuk cari alternatif kendaraan lain yaitu mini bus. Dapatlah aku mini bus yang sudah terisi penuh dengan penumpang lain, alangkah terkejutnya aku melihat kondisi body kendaraan mini bus tersebut yang notabene tidak layak jalan, tetapi karena diburu waktu terpaksa naik. Doa pun tak henti2nya aku panjatkan, karena akses menuju ke sana melewati pegunungan dan banyak jurang sedangkan sang driver dengan begitu berani dan PD dalam mengendarai........ " Oh Tuhan aku tak mau mati konyol ".
Sesampai di terminal Bondowoso aku langsung naik mini bus lagi. tanya sana-sini ada sang sopir memberitahu kalau langsung ke Paltuding perorang 100 ribu tetapi kalau berhenti di Sempol 50 ribu. Akhirnya aku dan suami gak mau ribet langsung ke Paltuding 100 ribu, perjalanan pun di lanjutkan dengan melewati jurang dan pegunungan , yang sangat menyedihkan akses menuju Sempol infrastrukturnya rusak parah hampir 4 kilometer dan banyak aspal yang mengelupas sangat dalam seperti mengendarai offroad. Paltuding itu tempat yang paling dekat dengan kawah Ijen di situ langsung ada penginapan dan penginapannya relatif murah hanya 100 ribu. Itupun kebagian yang terakhir.
Sampai di paltuding memakan waktu 3 jam karena sang supir harus mengantar bahan makanan berupa tahu, telur, minyak, dan BBM. Sesampai di penginapan Paltuding pukul 4:30 pm, begitu capeknya dari perjalanan langsung aja aku merebahkan diri untuk istirahat sambil tidur2an karena tidak bisa tidur nyenyak udara disekitar sangat dingin hingga menusuk tulang, jaket tebal hingga rangkap dua terpaksa aku pakai kalau tidak ingin badan membeku.
Orang2 setempat memberi tahu kalau mau naik gunung sekitar pukul 03:00 am pagi karena tidak banyak asap yang keluar dari kawah Ijen. Dalam tidur aku selalu terjaga untuk melihat jam tangan menunjukkan pukul berapa. Tak lama kemudian aku mendengar suara di luar ada rombongan yang baru datang sekitar pukul 02:00 am yang akan langsung naik ke kawah Ijen.
Aku dan suami akhirnya memutuskan untuk berangkat juga sekitar pukul 2:30 am pagi buta. Perlengkapan tak lupa aku siapkan antara lain kamera, tripod, senter, makanan kecil (coklat dan air putih) dan masker penutup hidung serta sleyer ( selendang untuk penghangat leher).
Dalam pendakian aku dan suami semangat sekali untuk segera sampai di puncak, tetapi dalam pertengahan pendakian napasku mulai tersengal2 oleh dinginnya dan bau belerang yang mulai menyengat hidung dan tenggorokkan terasa kering. Beberapa kali meludah dan pening di kepala mulai muncul. Emosi pun mulai tak terbendung lagi sering keluar kata2 serapah hingga memicu emosi.
Hampir napas ini seperti mau lepas dari ubun2 tetapi karena rasa penasaran yang menggelayuti pikiran dan aku lihat banyak pendaki lainnya juga tak kenal menyerah, aku pun tidak mau down begitu saja, aku melanjutkan lagi pendakian walau sering berhenti untuk istirahat sejenak untuk mengatur pernapasan supaya sampai hingga ke puncak.
Pukul 5:30 am aku dan suami sampai ke puncak di situ sudah banyak pendaki lain yang lebih dulu sampai. Aku dan suami istirahat sebentar sambil membuka bekal makanan coklat dan minum air putih.
Sunrise pun mulai muncul di ufuk timur yang memancarkan sinar yang begitu kemilau, aku siapkan kamera dan tripod untuk shooting angle yang terbaik.
Ini lah hasil jepretan yang bingung mencari shooting angle terbaik....lol ^_^
|
The death trees |
|
The Indonesia Flag on Ijen Crater |
|
Smoke on Ijen Crater |
|
Me & Inkha from Czechoslovakia on the Ijen crater. |
|
To much high |
|
Incredible high |
|
Part of Ijen crater |
|
Like the great china wall |
|
the smell of sulfur fumes |
|
Love the view |
|
" What the hell is that ? '' |
|
A have nice day with another peoples from France and Poland |
|
When tired coming so i take a bit rest |
|
Down jump or you'll burn |
|
Incredible mountain |
|
I am standing to looking great shooting angle |
|
Brink of death |
|
I preparing to using tripod |
|
I'm so much happy, thankful God 4 U did b4 |
|
She was enjoying the view |
|
Look amazing |
|
My tripod & bag |
|
Me & husband |
Setelah semua pendakian tercapai aku langsung balik pulang dengan kendaraan ojek milik penduduk setempat dengan biaya 50 ribu perorang ke tujuan Sempol, karena hanya transportasi berupa ojek aja yang ada di kawasan Kawah Ijen.
Sampai di Sempol, berganti kendaraan yang akan menuju terminal Bondowoso datangnya pukul 3:00 pm sore hari sedangkan aku sampai di situ sekitar pukul 12:00 am terpaksa menunggu tiga jam lamanya, tetapi setelah waktu yang ditunggu telah melewati batas ternyata tidak kunjung datang terpaksa menumpang kendaraan pick up (bak terbuka) yang baru saja mengirim pesanan sepeda motor baru ke Puskesmas di desa itu. Ada seorang ibu pemilik warung memberitahu ke sopir pick up tersebut untuk mau mengantar kami sampai di terminal Bondowoso dengan ongkos 20 ribu perorang. Ternyata yang menumpang ke mobil pick up itu tidak hanya aku dan suami tetapi bersama penumpang yang lain dari penduduk setempat desa itu.
Aku rasakan kenikmatan tersendiri dengan menumpang kendaraan terbuka dengan biaya 20 ribu perorang bersama penduduk asli setempat (
i'm so have fun) beberapa kali sang driver memberi tumpangan didepan bersama supir tetapi aku lebih memilih duduk di bak terbuka seperti suporter sepak bola. Sangat di sayangkan transportasi yang menuju balik ke terminal Bondowoso jarang ready.
Semoga pemerintah daerah Bondowoso lebih memfasilitasi kekurangannya. Dan diharapkan lebih banyak wisatawan lokal maupun mancanegara yang berkunjung serta menambah income untuk perekonomian masyarakat setempat.
http://www.flickr.com/photos/shanty_rof/