" BUKU HARIAN IBLIS " (Part 23)

Part - 23

13284229781471350397
Google Image


“Mengapa kau sedemikian pucat, Morgin?”

“Ia akan melakukannnya, Bos!Sekelebatan ketertegunan menusuk dadaku. Hampir-hampir aku tidak mempercayai kata-kata Morgin seandainya tak berkaitan dengan orang semacam Tortotor. Gila sekali ! Tortotor tak lebih adalah biangnya segala kegilaan andaikan perintah main-main itu betul-betul dilaksanakan.

“Morgin, kau tunggu si gila itu di pintu gerbang!”"Baik, Bos!” Tanpa menunggu lagi Morgin pergi.
Sepeninggal anak buahku itu, aku termenung. Bayangan Tortotor berkelebat di seluruh ruangan.

Kamar


Dalam keheningan kamar, sekonyong-konyong memori otak merekontruksi sebuah rekaman sejarah masa silam. Ya, hanya ada satu orang yang berhak mengatakan sanggup melakukan segala pekerjaan, baik yang lahir maupun yang batin. Itupun karena dilatarbelakangi Iradat Sang Maha Perencana Seru Sekalian Alam. Orang itulah yang pernah dijadikan Sang khaliq untuk mematahkan persangkaan salah satu Nabi dan utusan-Nya, Yaitu Nabi Musa.

Pada suatu ketika, Musa merasa bahwa tak ada orang sepandai dia antara umat manusia. Maka Sang Khaliq mempertemukan dengan Khaidir. Sang Nabi Pengembara Zaman. Sejak saat itulah, Musa sadar. Kiranya ada seorang manusia yang sanggup mengetahui sesuatu yang gaib maupun yang lahir, sehingga bisa melakukan sesuatu tindakan sampai di luar batas norma dan hukum atas seizin-Nya.

“Tortotor tak lebihnya seorang pembohong dan pembual!” desisku tanpa sadar. “Ya, dalam pengembaraanku yang panjang, hanya satu orang yang berada di luar jangkauan sentuhanku. Khaidir. Selain itu, tak ada. Tortotor hanya seorang kunyuk belaka!”

Namun persangkaanku itu, tak mengurangi keingintahuanku untuk mengorek jati diri kunyuk satu itu. Karena bagaimana pun, sejak semula dia telah menarik perhatian dan bahkan mengudal-udal rasa penasaran.

Lewat pesawat intercom, aku kembali memanggil Morgin.

Morgin masuk tak seberapa lama kemudian. Wajahnya sedikit merah padam. Bau aroma minuman keras meruap dari mulutnya.

“Kau duduklah dulu,” Aku pikir Morgin mabuk. Namun aku tak peduli. “Begini, aku ingin kau menceritakan tentang diri Tortotor itu.”

Morgin tak segera bereaksi. Sejurus matanya menatap tajam.

“Mengapa kau tampak ragu, kau mabuk, ya?”

“Bukan begitu, Bos!” katanya menukas. “Terlampau banyak cerita tentang dirinya itu!”

“Lantas mengapa tak kau ceritakan saja!”

“Karena ceritanya itu bisa disimpulkan dalam satu kalimat!”

“Apa itu?”

“Tortotor mempunyai riwayat tanpa asal-usul!”

Sejurus aku berdesir. Kembali otakku berkejaran. Kebohongan apa lagi ini? Apakah ia memang tak sedungu yang diperkirakan Morgin atau orang-orang lainnya? Sehingga mereka tak menyadari Tortotor memang dengan sengaja mengaburkan riwayat hidupnya dengan kebohongan luar biasa itu. Dalam perjalanan sejarah manusia, hanya ada satu manusia yang pernah menjadi musuh tangguh dengan mempunyai tanpa asal-usul seperti yang dibualkan Tortotor itu. Itulah Raja salem, Melkisedik. Di mana namanya di abadikan dalam Perjanjian Lama. Dan Tortotor  dengan baik melakukan kebohongan itu.

“Morgin, kau mempercayai cerita itu?”

Orang Dogol yang menjadi tangan kanan Zalbak ini, diam beberapa saat lamanya. Aroma minuman keras murahan memenuhi ruangan.

“Mengapa kau bungkam?” desakku.

“Kecuali Bos, tak ada yang harus kupercayai!” katanya tegas dengan mimik seekor anjing. Dan seekor anjing mabuk!

“Bukan jawaban itu yang kuinginkan!”

Morgin kembali bungkam. Sejurus matanya terpicing samar. Menandakan ia berusaha keras untuk membangunkan otaknya supaya berpikir. Tampak ia sangat sulit melakukan. Ia biasa bertindak dengan nalurinya. Akhirnya, otaknya hanya merupakan bagian belaka dari tempurung kepalanya.

Bahkan kerap kali mulutnya tak mampu berbicara menurut apa yang di pikirkan otaknya. Mustahil mengharapkan memuaskan dari orang semacam Morgin. Bahkan bisa dikatakan, ia memang jarang mempergunakan otaknya. Barangkali seandainya ia tak berjalan tegak, ia akan menjadi contoh terbaik fenomena proses evolusi makhluk kera menjadi manusia primitif.

Setelah beberapa lama berdiam diri, barulah kemudian Morgin, bercerita dengan tersendat-sendat.



* * * * * *


” Karya Herly Sauri 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Post a Comment