'' BUKU HARIAN IBLIS '' (Part 18)


Part - 18

“Ya, jin Iffrit, aku memang ragu. Karena apabila semua rahasia itu telah terungkap, maka akan tanggallah seluruh rasa bangga dan percaya diri kita sebagai makhluk yang diciptakan dari inti api!”
“Katakanlah, Bos;  bagaimanapun beratnya jiwa menerima, aku berusaha untuk mempercayainya!”



Iblis

Aku tengadah, menatap bubungan yang berbentuk joglo. Dari celah bubungan itu, masuklah berkas-berkas cahaya.



“Ketahuilah, Jin Iffrit; bahwasannya hakekat itu segala semesta ini diciptakan dari cahaya itu!” Telunjuk menunding ke berkas-berkas cahaya yang menembus celah bubungan joglo itu. “Itulah yang disebut Hakikatul Muhammadyah!”

“Apa ……….?” sergah Jin Iffrit terperanjat.

“hakikat seluruh isi semesta diciptakan oleh cahaya?”

“Ya betul!” sahutku sambil tengadah dan menghela napas berat. “Namun orang juga menyebutnya Nur Muhammad!”

Bisakah Bos menguraikan pengertian Nur Muhammadiyah itu?”


Untuk kesekian kalinya. Aku harus mengela napas berat. Sungguh terdapat keengganan untuk pembicaraan hal itu. Karena secara tak langsung timbul dalam perasaanku, mengungkapkan pengertian masalah Nur Muhammadiyah itu berarti pula tanpa sengaja menanggalkan perasaan bangga dan percaya diri sendiri.

“Cobalah Bos uraikan!” desaknya.

“Baiklah!” sahutku tak bersemangat. “Dalam tingkat Ahadiyah, belum ada apa-apa dan belum ada siapa-siapa, bahkan ruang dan kekosongan pun belum ada, maka dikatakan hanyalah ke-Esaan Allah belaka yang Maha Ada. Dalam tingkat ini dinamakan Qiyamuhu Ta’ala Binafsihi, tidak terjangkau oleh akal dan pikiran makhluk manapun. Namun dalam Zat Yang Maha Ada itu melekat pula sifat-sifat-Nya yang sama qadimnya dengan Zatnya sendiri. Tingkatan dalam pengertian Zat yang memiliki sifat ini dinamakan tingkat wahdah.


Dalam tingkat inilah Zat Yang Maha Ada itu berfirman: “Sesungguhnya Akulah Allah. Aku adalah pembendaharaan yang tersembunyi. Aku berkeinginan untuk dikenal. Maka kemudian, kujadikanlah makhluk agar kenal kepadaKu.

Ketahuilah, Tuhan Allah itu adalah sesuatu dan satu. Tunggal. Adanya mutlak Esa. Sedangkan Nur adalah sebagian dari diri-Nya. Nur adalah salah satu Asma Allah. Nur Zat itulah Hakikatul Muhammadiyah. Itulah kenyataan pertama dalamUluhiyah.



Dikatakan, Hakikatul Muhammadiyah itu mendahului kalam-Nya. Karena Nur Muhammad itu tak lain berasal dari Zat Allah yang Qadim. 




Dalam hal kejadian. Nur Muhammad adalah asal segala kejadian. Dengan sifat kalam-Nya Kun dan sifat Iradat-Nya, Allah telah menciptakan segala alam dalam tingkatannya, seperti: Alam Jabarut, Alam Malakut, Alam Mitsal, dan Alam Ajsam, serta Alam Arwah. Nur Muhammad itulah pusat kesatuan alam. Alhaqq senantiasa besertanya. Dialah pusat kesatuan Nubuwwat dari segala nabi. Pusat segala ilmu. Dan Hikmat hanyalah satu piala dari sungainya. Segala yang diketahui makhluk hanyalah satu tetes belaka dari ilmunya.”


Jin Iffrit


Jin Iffrit tampak terlongong-longong mendengar penjelasan itu. Wajahnya senantiasa berubah-ubah. Menunjukkan gejolak jiwanya yang menggemuruh.

“Hampir tanggal rasanya jiwaku mendengarkan penjelasan Bos itu,” katanya terbata-bata. Seperti sesak saja dadanya untuk mengungkapkan gejolak perasaannya. “Kiranya berita rahasia itu sungguh membuat segala sesuatu di jagat semesta ini tak berarti apa-apa. Tak terkecuali keberadaan kita, Bos!”

“Ya,” sahutku dengan suara tercekik.

“Namun, bukankah Tuhan itu Maha Esa. Tunggal dalam kemuliaannya. Bagaimana mungkin sekarang
Bos bisa mengatakan demikian?”


Aku kembali menengadah. Mataku menatap berkas-berkas cahaya yang menerobos celah-celah joglo di bubungan bangunan.

“Jin Iffrit,” sambungku kembali, “ingin rasanya aku mengatakan. Bahwasannya bentuk partikel terkecil di alam ini berbentuk cahaya atau nur. Maka secara logika dapat kukatakan Nur Muhammad itu tak lain dan tak bukan hanyalah unsur kehidupan di alam ini”.

“Kalau demikian, mengapa Bos harus risau. Andaikan Nur Muhammad itu hanya unsur kehidupan belaka!”

“Inilah yang sesungguhnya yang hendak kusampaikan kepadamu!”

“Kalau demikian, cepatlah Bos katakan!” desak Jin Iffrit tak sabar. “Sesak rasanya dada ini!”

“Dengarkan baik-baik setiap kata-kataku!”

“Akan kudengarkan, Bos. Setiap kata-kata Bos kuanggap bagaikan tetesan embun di tengah taman bunga. Setiap tetesannya kujadikan obat dahaga dari racun kematian jiwaku sendiri”.

“Bagus!’

“Katakan, Bos!”

“Dalam hal kejadian, Nur Muhammad adalah yang paling awal. Namun dalam hal kenabian, dialah yang paling akhir!”

“Apa, apa maksud Bos itu?”


“Nur Muhammad itu terdiri atas yang batin, itulah hakikat, kedua yang lahir, itulah ma’rifat. Nur Muhammad terbelah menjadi dua rupa, rupa yang qadin dan rupa yang asli. Dari rupa yang qadim meliputi semesta alam. Dari rupa yang qadim, Allah menciptakan para Nabi, Rasul, dan para Aulia. Satu zaman hanyalah satu saat yang sekejab dari masanya yang jauh. Kemudian dari rupanya yang kedua, menjelma sebagai manusia. Sebagai Rasul dan Nabi.”

“Duhai keajaiban yang Maha Agung,” teriak Jin Iffrit tanpa sadar. “Siapakah gerangan orangnya yang telah memperoleh kehormatan dan kemuliaan sedemikian tinggi dan tak alang-kepalang dahsyatnya itu. Pemimpinku yang malang?”


Mendengar ucapan anak cucunya yang sekaligus anak buahku itu, hatiku bergetar bagaikan tali senar yang dipetik dengan paksa. Tanpa sadar aku menggeleng-geleng sambil meraba keningku. Kejujuran kata-kata Jin Iffrit yang lebih menyerupai kata sanjungan dan kekaguman itu, sanggup merontokkan kecongkakan dan harga diriku sendiri.

“Siapakah gerangan dia, Pemimpinku?”

Aku tak segera menyahut. Hatiku gemuru. Dadaku bergelak. Mulutku seakan terkunci. Bibirku hanya sanggup mendesis-desis tak kuasa melontarkan kata pun.

“Katakanlah, Pemimpinku!” desah Jin Iffrit dengan suara hina. “Rasanya mendengar namanya saja, aku rela dalam kehinaan abadi ini.”

“Mengapa engkau mengatakan demikian, cucuku perkasa?” tanyaku terkejut. “Mengapa engkau merasa sedemikian hinanya?”



“Bagaimana mungkin aku tak merasa sedemikian hina dan berarti apabila berhadapan dengannya yang telah menerima kehormatan dan kemuliaan sedemikian tingginnya itu.”

“Ya, aku rasa betul keterbukaanmu itu, Jin Iffrit!”

“Sekarang katakan, siapakah dia gerangan?”

“Dialah yang namanya dijadikan jaminan dan sandaran oleh Adam ketika meminta ampun atas kesalahannya melanggar larangan Tuhan itu. Sehingga Tuhan sendiri bertanya, bagaimana larangan…



” Karya Herly Sauri ”

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

2 comments:

Anonymous said...

thank's buat ceritanya.. emang dah lama saya cari. tapi sorry kanyaknya masih ada bagian yang kurang yach.. soalanya dulu saya pernah punya banyak banget..

dimana saya bisa dapet terususannyanya
thank's

Unknown said...

Maaf sebelumnya untuk kelanjutan ceritanya jangan kawatir pasti saya akan update sampai finish. Mohon sabar dulu 'ya di karenakan masih ada kesibukkan yang lain. Thank's for ur commented.

Post a Comment