Part - 20
Google Image
“Ada apa dengan Tortotor, Bos?” “Sudahlah, jangan banyak tanya.
Karena sekarang ada pertanyaan yang lebih penting harus kau jawab dengan jujur”.
”Sekarang aku turun ke bumi, Domokus sudah mengetahui indikasi bahwa Zalbak akan menghadapi bahaya besar.” Aku menatap tajam Jin Iffrit. Tetapi ia tampak tenang-tenang saja.
“Mengapa kau beritahukan bakal kehadiranku di bumi ini?”
“Jangan khawatir, Bos,” ucapnya datar.
“Dia itu hanya seorang paranormal.
Maka sudah kewajibanku mensuplai informasi untuk menambah keyakinannya.
Namun sesungguhnya, dia hanyalah mediator untuk kepentingan-kepentingan kita juga. Oleh karena itu, tak ada salahnya Bos berpura-pura sangat berkepentingan terhadapnya!
” Aku mengangguk-angguk salut.
Tak lama kemudian aku pamit hendak pulang. Sejurus kemudian. Jin Iffrit meraibkan diri. Segumpal asap hitam tampak melayang-layang di tengah-tengah ruangan itu.
Asap hitam itu menukik dan memasuki ubun-ubun Domokus.
Tubuh Domokus bergetar halus. Kemudian ia membuka mata. Pandang matanya tampak kuyu dan keningnya berkeringat.
Ia tampak letih sekali. Seakan-akan ia telah melakukan perjalanan yang jauh dan melelahkan.
“Pak Guru,” ucapku dengan pura-pura taksim. “Sudah cukup aku mengadakan audensi untuk hari ini!”
“Akh, Bos jangan begitu,” sahutnya lemah. Rupanya ia mulai menyadari posisinya di hadapanku.
” Aku tak lebihnya seorang hamba saja di hadapan Bos!” Aku tergelak tertahan. Tanpa menunggu lagi, aku maju kedepan.
Menjabat tangannya sambil menyelipkan segebok uang ketelapak tangannya. Tampaknya ia tersenyum
bahagia. Tak lama kemudian, aku keluar. Menemui Morgin dan mengajaknya pulang.
“Bagaimana pendapat Bos tentang Bapak Guru?” tanya Morgin sewaktu melintasi kebun nenas.
Mengharapkan sebuah pujian.” Hebat, ya?”
“Wah, lebih hebat daripada bom nuklir?” sahutku asal bunyi.
“Lo, apa hubungannya Bapak Guru dengan bom nuklir, Bos?”
“Akh, tak perlu dihubungkan, dong…………!” Morgin terlongong-longong keheranan.
Sampai di rumah, ia tetap mengerutkan kening.
“Apa hubungannya Guru dengan bom nuklir. Barangkali jadi gendenglah Bos sekarang!”
*****
” Karya Herly Sauri ”
0 comments:
Post a Comment