Part - 21
Goolge Image
TORTOTOR
Aku menyuruh sopir langsung pulang.
Setiba di rumah Zalbak, aku terkejut. Biasanya pintu gerbang itu di jaga oleh dua satpam. Walaupun pintu gerbang bisa terbuka secara otomatis, Zalbak merasa masih perlu tenaga keamanan. Di pintu gerbang yang kini terbuka lebar, tak tampak seorang satpam pun berkeliaran. Mana saja kedua monyet itu?
Secepat kilat, Morgin keluar mobil.
Diantara semak-semak pohon bunga di taman, dia menemukan kedua satpam itu dalam keadaan mengenaskan dan sekaligus menggelikan.Tangan mereka terikat dan mulut mereka tersumpal topi mereka sendiri.
“Siapa yang kurang ajar melakukan ini?’ hardik Morgin sambil melepaskan ikatan tangan keduanya.” Sangat memalukan sekali kalian ini. Keduanya tampak gugup. Dan mereka saling berpandangan.
“Sialan,” umpat Morgin hilang kesabaran.” Cepat ceritakan, siapa yang berbuat kurang ajar disisni?”
“Kami tidak tahu, Bos!”
“Dia memaksa masuk tanpa mengatakan kepentingannya. Maka kami mencegahnya. Rupanya dia berhasil merusak sistem hidraulis pintu gerbang. Dia menerobos masuk dan mengikat kami berdua,” tambah satpam satunya.” Dan kulihat tadi, dia langsung masuk ke rumah. Entah sekarang, apa dia sudah keluar atau belum. Kami sendiri tak melihatnya keluar melalui pintu gerbang ini.”
“Morgin mendesis-desis menahan marah.
“Sialan kalian ini,” ia menyumpai mereka habis-habisan.” Kalian ku andalkan menjaga keamanan, tetapi ternyata mengecewakan.”
“Maafkan kami, Bos!” mereka menyembah-nyembah.” Sungguh orang itu luar biasa!”
“Tidak peduli setan. Mulai besok kalian tidak usah masuk kerja lagi,” bentak Morgin meledak-ledak.” Kalian kupecat, tahu?”
“Morgin, kupanggil kau,” lemparkan mereka keluar.
Mereka tampak pucat. Namun, Morgin menyambar tengkuk keduanya dan menyeret keluar pintu gerbang.
“Terbanglah kembali kalian ke sarangnya!” Morgin melemparkan mereka begitu saja.” Ingat, jangan sekali-kali memperlihatkan batang hidung lagi kesini!”
Mereka tampak putus asa.
“Kami terima perlakuan ini, Morgin!” teriak salah seorang.” Ini kesewenang-wenangan!”
“Apa maksudmu?” Morgin menghampiri dan mencekal kerah lehernya.” Katakan!”
“Kami akan melaporkan hal ini kepada Serikat Buruh!”
Tiba-tiba Morgin tertawa terbahak-bahak.
“Apa, Serikat Buruh, apa Serikat Buruh, hahaha ……..?” Ia tertawa tertawa terbahak-bahak sambil memperlihatkan mimik wajah melecehkan.” Kau tahu, Serikat Buruh yang kalian bangga-banggakan itu ada di dalam sakuku ini. Karena hidup mereka, anak istrinya, bahkan sampai nenek buyut mereka semua, sudah ku beli dengan harga murah. Hahahaha …..!”
“Apa ……… ?”
“Baru tahu sekarang, heh …… !”
Mereka semakin pucat dan kebingungan.
“Morgin,” kembali aku berteriak. “Tinggalkan mereka.”
Dengan berlari, Morgin masuk kembali ke mobil. Sopir segera memasuki halaman.
“Bos, mereka mengatakan seseorang telah memasuki rumah. Dan mereka tak yakin kalau orang itu sudah keluar!”
“Kalau begitu, kau periksalah dahulu!”
Dengan cekatan, Morgin keluar dari mobil. Ia langsung masuk rumah. Namun tak lama kemudian, ia keluar lagi.
Dari kejauhan tampak Morgin mengangkat bahu. Memberi isyarat bahwa di dalam rumah tak ada apa-apa. Namun anehnya, aku mencium sesuatu mencurigakan. Siapakah pendatang asing itu, sehingga meninggalkan jejak yang sangat kuat kesannya. Aku mencium jejaknya di udara.
“Morgin, kau periksalah sekali lagi seluruh ruangan!”
Morgin segera melaksanakan perintah itu. Seperti dugaanku, ia tak menjumpai. Sesuatu pun yang mencurigakan. Hampir seluruh ruangan, gudang, bahkan pekarangan, telah ia periksa dengan seksama. Namun, ia hanya dapat menangkap angin belaka. Dan seluruh TV monitor secara aneh dan serempak ngadat semua.
Aku menjadi waspada. Sensor inderaku tak dapat di kelabui. Ada sesuatu yang telah memasuki kediamanku sekarang. TV monitor tetap tak menunjukkan apa-apa, selain bentuk gambar-gambar tak menentu.
“Baiklah, kau bisa pergi, Morgin!”
“Kalau Bos membutuhkan, saya ada di pos pintu gerbang!” ia langsung pergi.
Setelah Morgin pergi, aku semakin jelas menangkap kehadiran sesuatu yang asing di dalam rumah. Semakin dekat jaraknya dengan kamar pribadi Zalbak, semakin jelas saja kesan kehadirannya. Aku tak dapat memastikan, apakah ia sedang mengincar Zalbak atau aku!
Dengan langkah-langkah ringan, aku mendekati pintu. Dengan menahan napas, kusambar pegangan pintu dan secepat kilat pintu kubuka. Pada saat itu pula, pandanganku tertumbuk pada sosok orang yang duduk di kursi pribadiku.
Dia menghadap langsung kepadaku. Sejurus aku menatapnya tajam. Orang itu perawakannya sedang-sedang saja. Namun yang menimbulkan daya tarik orang itu, rambutnya yang panjang sebahu dan ikal. Berkulit hitam cerah. Wajahnya mempunyai garis-garis tegas dan kuat. Dari pancaran sinar matanya aku bisa tahu, selain menunjukkan kecerdikkan juga menunjukkan kemauan yang keras.
Orang inikah yang kulihat dalam hologram pertama kali? Tanyaku dalam hati.Tak pelah dadaku berdebar-debar keras. Bagaimana mungkin orang yang selama ini kuanggap bakal seteruku, kini sekonyong-konyong muncul di depan hidung.
“Selamat berjumpa, Tuan Zalbak!” seringainya mengambang di bibirnya. “Maaf, aku datang dengan caraku sendiri. Dua penjaga Tuan telah berlaku tak selayaknya terhadap tamu. Maka kuberi pelajaran ala kadarnya!”
Aku tetap diam. Tatap mataku tajam tertancap kepadanya. Tak kulihat kegugupan sedikitpun pada dirinya. Seringainya tetap menghiasi bibirnya. Dan seketika itu pula, kulihat bekas luka menyobek bibirnya itu. Cacat kecil yang membuatnya tampak terkesan aneh.
Tiba-tiba ia berdiri dan langsung menghampiri. Dengan penuh percaya diri, ia menyorongkan tangan kepadaku.
“Morgin tempo hari mencariku,” ucapnya enteng. “Katanya Tuan memerlukan seseorang anjing penjaga!”
Pada saat kugenggam tangannya, samar-samar kurasakan semacam getaran magnetik. Cepat-cepat kutarik tanganku. Namun, ia justru menggenggamnya lebih erat. Atau memang tenagaku yang lumpuh?
“Kau, kau Tortotor, bukan?” tanyaku gugup. Seluruh jaringan saraf seakan berdesir. “Betul, bukan?”
“Ya, salah. Akulah Tortotor!”
Dalam hati aku heran, mengapa aku begitu gugup menghadapi orang ini? Apakah karena perjumpaan yang sedemikian cepat dengan orang yang menjadi prioritas korbanku akhir-akhir ini, sehingga dari perjumpaan yang tak terduga itu membuat aku tak siap menghadapinya.
“Betulkah Tuan membutuhkan tenagaku?”
“Ya, ya, ya …….. !”
“Aku sudah siap sekarang!”
“Baiklah kalau begitu,” aku duduk di kursi yang tadi sempat ia duduki.
“Apa saja yang bisa kau kerjakan!”
” Karya Herly Sauri “
0 comments:
Post a Comment