" BUKU HARIAN IBLIS " (Part 31)


Part - 31

13290989681373961373

“Mengapa Anda mentertawakan ucapanku?”

“Betapa mengagumkan orang yang mengatakan masih memiliki harga diri itu, Morgin!

Apalagi kata-kata itu diucapkan oleh orang yang sedang kelaparan,” Tortotor tetap tertawa dengan suara lepas.



“Sungguh indah sekali! Tidakkah kau ingat, Morgin; bahwa Tuhanmu yang riil bukan Tuhan dalam artian spiritual melainkan kesenangan materi.”

“Apa peduliku!” Morgin meradang.

“Harus. Kau harus peduli,” ucap Tortotor tandas. Sekilas ia melirik tajam. Bagi seorang Homo Economicus tapal batas yang membedakan dirinya membedakan dirinya dengan binatang yang paling rendah sudah lenyap dengan sendirinya”.

“Aku tetap tak peduli, Bung!”

“Itu sudah aku duga,” sahut Tortotor sambil tertawa.

“Kau memang mempunyai otak bebal. Tak terbiasa hidup memakai otak. Sebagaian besar tindakanmu hanya berdasarkan naluri. Oleh karena itu, pendekatan yang sesuai untuk seorang sesinting kamu, juga harus dengan cara-cara sinting”,

“Aku terhina dengan kata-katamu, Bung!”

Namun sungguh di luar dugaan reaksi Tortotor, ia kembali menghajar Morgin. Tentu saja Morgin tak berdaya menghadapi.

“Hentikan, hentikan, aku tak tahan ……..!”

Tortotor tetap mengirimkan hantaman dan tendangan ke sekujur tubuh Morgin. Setelah Morgin tak bergerak sama sekali, barulah Tortotor menghentikan aksinya. Ia menjambak rambut Morgin.

“Ampun, aku tak tahan……….!” Ringis Morgin. “Sungguh hentikan!”

“Hanya dengan cara ini, barangkali kebebalanmu bisa terkikis, Morgin!” bisik Tortotor di dekat wajahnya. 

“Karena otakmu tak terbiasa kau pergunakan berpikir, maka keterangan yang paling sederhana pun sulit kau cerna. Sekarang, aku berharap kau tak mudah melupakan kata-kataku!”


“Sungguh aku berjanji mengingatnya!”

“Itu ucapan yang keluar dari perutmu!”

“Sungguh, Bos!” Morgin sulit untuk bicara. Aku berjanji untuk mengingatnya!”

“Baiklah, kalau begitu,” Tortotor menyeret kembali ke pagar pembatas. “Kau harus memegang janji itu. Karena ditanganmulah sebuah peristiwa tergantung.

“Apa, apa maksudmu?”

“Oh, ya aku perlu mengatakan kepadamu, Morgin. Sesungguhnya kaulah orang yang akan datang!”

“Apa……..?” Morgin terhenyak.

“Ya, aku berbicara tentang masa depan, Morgin!”

Morgin terbungkam. Untuk beberapa saat lamanya, kembali ia takjub memperhatikan lelaki di depannya itu. Pertanyaan lama untuk kesekian kalinya bergaung dihatinya.

“Bung, bolehkah aku bertanya?”

“Silahkan!”

“Siapakah sesungguhnya Anda ini?”

“Mengapa kau menanyakan hal itu?”

“Dengan jujur akan kukatakan,” sejurus Morgin menatapnya tajam. “Kadang-kadang terbetik dalam hati, Anda ini seorang malaikat; tetapi disaat yang lain, timbul dugaan kalau Anda tak lain hanyalah seekor cecunguk. Seekor Iblis terkutuk!”

“Huahahaha………….!” Tortotor tertawa terbahak-bahak. “Aku hargai kejujuranmu itu”.


Sambil tertawa terbahak, Tortotor membuang pandang ke sudut-sudut lazuardi. Menangkap kemisterian kekelaman. Di sudut-sudut kelam lazuardi itu sesungguhnya banyak tersimpan rahasia penciptaan yang belum tersingkap. Dan kini, Tortotor merasa Morgin seolah ingin menguak salah satu kemisterian itu. Ia gelisah. Kegelisahan yang sengaja disembunyikan dalam tawanya.

“Mengapa Anda diam?”

“Oh, aku, tidak, aku bukannya segan menjawabnya. Namun aku ragu apakah kau siap mendengar jawaban pertanyaan itu, Morgin!”

Morgin terdiam. Kemudian ia tersenyum.

“Anda mengharuskan aku untuk mempercayai kata-kata Anda sendiri, kalau aku akan menjadi sebab terjadinya sebuah peristiwa di masa depan. Maka sekarang, aku juga harus mendengarkan hal-hal bagaimana pun musykilnya. Ketahuilah, Bung; di dalam pandanganku Anda lebih menyerupai makhluk abstrak daripada makhluk riil”.

“Baiklah, kau menang, Morgin!”

“Ya, sebaiknya Anda mengatakan. Otakku sedemikian bebal dan penuh kesintingan untuk mereka-reka sesuatu yang di luar kemampuanku”.

“Ketahuilah olehmu, Morgin,” katanya sambil menatap bintang-gemintang di sudur lazuardi yang paling jauh,” bahwasannya Tuhan itu Maha Kuasa menciptakan segala sesuatu. Sebagai cipta kreatifnya, adalah proses terciptanya manusia yang diterangkan melalui kitab sucinya Al Quran.

“Manusia itu diciptakan dari Turab atau tanah. Yang dimaksud Turab itu adalah zat-zat anorganis. Zat tersebut terbentuk setelah melalui proses persenyawaan anatara Fachchar, zat arang atau karbon, dengan sha-sha, zat pembakar atau oksigen, dan Hamaa-in, zat lemas atau nitrogen, serta Thien, zat air atau hidrogen.

Kemudian bersenyawa dengan Ferrum atau zat besi, iodium, kalium, silicum, mangaan, yang disebut laziib.

Dalam proses persenyawaan itu terbentuklah protein. Inilah yang kemudian dinamakan Turab tadi.
Morgin yang mendengar penjelasan itu hampir tak mengerti sepenuhnya. Namun entah mengapa, ia dirasuki keingintahuan untuk mendengar kelanjutan uraian itu.

“Itulah sebagian keterangan Al Quran tentang proses penciptaan manusia, Morgin,” ujar Tortotor. “Dan ilmu pengetahuan hanya dapat menganalisis tentang proses pembentukan tubuh kasarnya saja. Yaitu, setelah berlangsungnya proteinisasi, terwujudlah proses pergantian yang disebut Substitusi. Kemudian menggempulah electron-electron sinar kosmis yang mewujudkan sebab pembentukan yang disebut Causa Formatis. Sinar-sinar kosmis itu mempunyai kemampuan mengubah sifat-sifat zat yang terdapat dalam tanah”.

Untuk beberapa saat lamanya, Morgin hanya sanggup berdiam. Ia tak tahu untuk menanggapi penjelasan itu.

“Tetapi, ya, kau belum menjelaskan pertanyaanku, Bung……….!”

Tortotor tak segera menjawab. Ia menengadah. Seakan-akan matanya menatap sesuatu yang saat itu juga sedang menatap kearahnya.

“Morgin,” ucapannya memecahkan kekelaman malam, “Tuhan itu Maha Kuasa” untuk berkehendak dan berbuat. Untuk sebagian besar umat manusia menjalani takdir melalui proses penciptaan itu. Namun, ada pula Tuhan menciptakan manusia tidak melalui proses penciptaan seperti itu.
Adam diciptakan tanpa ibu-bapak, ia diciptakan dari unsure Turab. Isa-Al-Masih diciptakan tanpa mempunyai seorang Bapak, ia masih diciptakan dari unsure Turab. Kecuali aku dan barangkali untuk orang-orang tertentu, Morgin……..”

“Apa……………?” Morgin terlonjak. “Kau bukan manusia biasa?”

Tortotor bungkam. Tatapan matanya semakin jauh menerawang kesudut-sudut kekelaman lazuardi. Angin bertiup mengibar-ngibarkan rambutnya yang panjang sebahu.

“Betulkan dugaanku Anda bukan manusia biasa?”

“Itulah yang sulit untuk kau pahami,” ucapnya lirih. Suaranya bagai menorah keremangan malam. “Ya, itulah yang ingin kujelaskan!”

“Katakan saja, barangkali otak bebalku akan menerima”.

“Kau ketahuilah, Morgin; bukankah teknologi sekarang sudah bisa merekayasa sebuah kelahiran bukan melalui proses kelahiran biasa ? Manusia sudah sampai kepada teknologi bayi tabung.

Bahasa Al Quran yang mengatakan manusia tercipta dari Turab tadi, secara gamblangnya dikatakan bahwa manusia itu terdiri atas empat unsure; Tanah, air, api, dan udara. Pada suatu ketika nanti, para ulama atau orang berilmu akan bisa membuat persenyawaan yang bukan dari Turab.


” Karya Herly Sauri 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Post a Comment